Komisi III DPR mengingatkan advokat untuk menjaga integritas. Harkat dan martabat advokat akan hancur apabila ada advokat yang tak berintegritas.
Hal tersebut disampaikan Achmad Dimyati Natakusumah Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “Quo Vadis Integritas Advokat dalam UU Advokat” di Media Center MPR/DPR/DPD, gedung Nusantara III, kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Dimyati mengatakan negara perlu hadir membentuk Dewan Advokat Nasional atau Dewan Advokat Indonesia.
“Apa pun namanya. Yang penting ada yang mengawasi agar harkat dan martabat advokat terjaga. Nama baik advokat hancur kalua ada yang tidak berintegritas,” kata Dimyati.
Sementara, Hinca IP Pandjaitan Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat (FPD), mengatakan advokat merupakan profesi mulia. Hinca menyatakan advokat juga setara dengan penegak hukum lainnya, yakni hakim, jaksa, dan polisi.
Senada dengan Dimyati, Hinca pun menekankan pentingnya advokat berintegritas.
“Integritas itu dekat dengan moral. Ini menjadi sesuatu yang penting,” ujar Hinca.
Sementara itu, Ahmad Muliadi Anggota Dewan Kehormatan Peradi mengatakan pihaknya telah membuat kode etik sebagai rambu-rambu advokat bertugas.
“Ada 53 item yang harus dipatuhi advokat. Bicara etik, saya selalu sampaikan etik sebagai tataran integritas anggota Peradi,” kata Muliadi.
“Harus punya rasa malu. Kalau seorang advokat tidak punya rasa malu, maka agak dipertanyakan integritasnya. Rasa malu bukan dalam tataran bagaimana penegakan hukum dijalankan. Malu berbuat salah juga penting,” ucap Muliadi.
Sementara itu, Topane Gayus Lumbuun mantan Hakim Agung, mengatakan hakim harus berani mencabut hak advokat apabila terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman 4 tahun atau lebih. Namun, dia mendorong ada kriteria untuk kejahatan yang dilakukan advokat sebelum haknya dicabut.
“Harus ada kriteria jelas. Hakim harus berani cabut hak advokat ke depan,” kata Gayus.
Sebagai informasi, Gerakan Rakyat Peduli Bangsa (GRPB) mendorong agar OC Kaligis (OCK) diberhentikan dari profesinya sebagai advokat. Sebab, OCK merupakan mantan terpidana kasus suap kepada majelis hakim dan panitera PTUN Medan.
GRPB telah mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) sebagai pengadilan tingkat pertama yang memeriksa perkara OCK dengan Nomor 89/Pid.Sus/TPK/2015. GRPB meminta PN Jakpus agar menyampaikan Salinan putusan kepada organisasi-organisasi advokat tempat OCK bernaung.
“Kami meminta PN Jakpus sampaikan salinan putusan kepada organisasi-organisasi advokat tempat OC Kaligis diperkirakan bernaung supaya diberhentikan secara tetap dari profesinya sebagai advokat,” kata Oscar Pendong Koordinator GRPB, kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
“Selanjutnya, kami juga meminta kepada Mahkamah Agung dan Kementerian Hukum dan HAM agar melakukan terobosan hukum dengan memberhentikan dari profesinya semua advokat yang terbukti melakukan tindak pidana,” imbuh Oscar.
Permohonan penerapan Pasal 11 juncto Pasal 10 Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat terhadap OCK ini diharapkan pijakan awal pembenahan fungsi kontrol terhadap advokat secara keseluruhan. Hal ini demi muruah, keluhuran, dan martabat profesi advokat yang senantiasa diberi title officium nobile atau profesi mulia.
Diketahui, keluarga Lukas Enembe Gubernur Papua nonaktif menunjuk OCK sebagai pengacara. Beberapa kalangan menganggap itu sebagai hal yang lumrah. Sebab, OCK merupakan sosok yang malang melintang di dunia advokat. Namun, sebagian kalangan yang berasal dari praktisi hukum mengkritisinya.(faz/ipg)